Kamis, 18 November 2010

Perjanjian kawin (huwelijksvoorwaarden) Dalam AKta Notaris

a. Ketentuan umum (pasal 139 dst. BW).
Calon suami isteri berhak menyimpang/menghindarkan diri dari aturan menurut undang-undang tentang harta-campur dengan jalan sebelum kawin membuat akta perjanjian kawin (huwelijks-/huwelijkse voorwaarden) di hadapan Notaris (119 dan 139).

Dalam akta perjanjian kawin itu dapat dijanjikan bermacammacam penyimpangan dari persatuan /percampuran harta. Apabila misalnya calon suami-isteri menghendaki bahwa harta benda (kekayaan) mereka campur, kecuali sebuah rumah berikut tanah-pekarangannya (persil) asal pusaka dari nenekmoyangnya isteri, maka untuk menghindarkan campur/bersatunya harta itu harus dinyatakan dalam akta perjanjian kawin itu.

Perlu diingat bahwa tanpa adanya akta perjanjian kawin harta benda suami-isteri itu dengan sendirinya menurut hukum (otomatis) campur/bersatu.

Dalam BW kita membaca beberapa contoh tentang perjanjian kawin ini, yaitu:

(1) Persatuan /percampuran secara lengkap akan tetapi dengan pembatasan, bahwa tanpa persetujuan isteri, suami tidak diperkenankan untuk mengalihkan/melepaskan hak atas atau membebani:
        benda tetap (tak gerak) yang dibawa oleh isteri ke dalam perkawinan atau yang akan diterimanya kelak selama perkawinan itu,
        surat-surat pendaftaran dalam buku besar tentang perutangan umum (de inschrijvingen op het grootboek der openbare schuld), atau
        surat berharga (effecters) lainnya dan piutang atas nama isteri (140 ayat 3);

(2) Percampuran /persatuan untung dan rugi (de gemeenschap van winst en verlies) (155);

(3) Percampuran/persatuan hasil dan pendapatan (de gemeenschap van vruchten en inkomsten) (164);

(4) Dijanjikan bahwa isteri dapat mengurus harta milik pribadinya (gerak atau tak gerak) dan menikmati pendapatannya sendiri (140 ayat 2);

(5) Dapat ditentukan pula jumlah uang yang oleh isteri setiap tahun diambil dari harta-benda (kekayaan)-nya pribadi sebagai sumbangan guns membiayai rumah-tangga suami-
isteri itu dan pendidikan anak-anak mereka dan akibat dari hal itu (145 dan 146); dan

(6) Terpisahnya harta suami dan isteri samasekali (uitsluiting der gemeenschap) (perhatikan 144 dan 164).

Selain daripada yang dicontohkan dalam BW tersebut di atas talon suami-isteri dalam akta perjanjian -kawin itu dapat menjanjikan hal-hal lain, asalkan tidak melanggar/bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang akan disebutkan di bawah ini.

Hal-hal yang menurut undang-undang tidak boleh diperjanjikan dalam akta perjanjian kawin, yaitu:

(1) Hal-hal yang menyalahi tata-susila yang baik (goede zeden) atau tata-tertib umum (openbare orde) (139);

(2) Hal-hal yang mengurangi kekuasaan suami sebagai suami, sebagai ayah (orangtua) dan sebagai kepala perkawinan/ persatuan/rumah-tangga (140);

(3) Hak-hak yang diberikan oleh undang-undang kepada suami atau isteri yang masih hidup (langstlevende echtgenoot) (140);

(4) Melepaskan hak-hak yang diberikan oleh undang-undang kepada suami-isteri itu atas harta -penin ggalan anak-anak dan keturunan selanjutnya (afkomelingen) mereka (141 baca pula 1063);

(5) Mengatur harta -pen inggalan anak-anak atau keturunan mereka itu (141);

(6) Memperjanjikan, bahwa pihak suami atau pihak isteri harus membayar sebagian utang yang lebih besar daripada bagiannya dalam labs persatuan/percampuran (142 dan 156); dan

(7) Memperjanjikan dengan kata-kata sepintas lalu (algemene bewoordingen) bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur menurut undang-undang luar negeri atau adat kebiasaan dsb yang dahulu berlaku di Indonesia dsb (143).
Jadi bila dikehendaki syarat-syarat itu harus ditulis dalam akta ybs secara terperinci (jelas).

Perjanjian -kawin itu mulai berlaku:
— bagi suami-isteri sendiri pada saat perkawinan itu dilangsungkan (147 ayat 2),
sedangkan bagi pihak ketiga (derden) sejak hari didaftarkannya perjanjian-kawin itu dalam register umum di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di daerah hukum di mana perkawinan itu dilangsungkan atau jika perkawinan itu telah berlangsung di luar negeri, di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di mana akta perkawinan ybs dibukukan (152).
Perjanjian-kawin, demikian pula hibah-hibah karena perkawinan tidak akan berlaku jika tidak diikuti oleh (dengan) perkawinan (154).

Catatan:
Bandingkan dengan UU No. 1/1974 Bab V (ps 29) tentang Perjanjian Perkawinan.

Tidak ada komentar: